Sebagai platform untuk komunikasi internal,
diterapkan dari sudut pandang pelatihan (coaching).
P.T. SASAKURA INDONESIA adalah perusahaan yang terutama memproduksi alat desalinasi air laut untuk kapal. Pangsa pasar global perusahaan induknya mencapai 50% hingga 60%, sedangkan di Jepang hampir mencapai 90%.
Dengan latar belakang biaya produksi yang lebih rendah di Indonesia dibandingkan di Jepang, perusahaan ini mendirikan pabrik di Indonesia. Stafnya terdiri dari 2 orang Jepang dan 70 orang lokal Indonesia.
![]() |
PT.SASAKURA INDONESIA ■Kantor Pusat: 4-7-32 Takeshima, Nishiyodogawa-ku, Osaka, Jepang ■Didirikan: Februari 1949 ■Modal: 2,22 miliar yen ■Bidang Usaha: Alat desalinasi air laut, alat konsentrasi evaporasi, pemisah air-minyak, alat pengolahan limbah |
Presiden Direktur, Bapak Shikata, memanfaatkan keterampilan pelatihan untuk berkomunikasi dengan staf lokal, berupaya menciptakan lingkungan kerja di mana setiap staf dapat berpikir dan bertindak secara mandiri.
Terdapat banyak tantangan khas di pabrik Indonesia, di mana orang Jepang dan Indonesia bekerja bersama. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Bapak Shikata memperkenalkan Asprova dari sudut pandang pelatihan.
Kami berbincang dengan Bapak Shikata mengenai hal ini, serta dengan Bapak Ikura dan Bapak Yamamoto dari PT. INDONUSA COMPUTER SYSTEM (selanjutnya disebut ICS), yang mendukung penerapan Asprova di lokasi.
Menerapkan Asprova untuk Menanamkan Pemikiran “Backward” pada Staf Lokal
Terdapat perbedaan yang lebih besar dalam “pemikiran” dibandingkan bahasa antara staf Jepang dan staf lokal. Pemikiran untuk menentukan production schedule dari belakang (backward) dan memahami apa yang harus dilakukan saat ini diperlukan, namun sering kali sulit untuk dipraktikkan. Untuk membantu mengatasi hal ini, diputuskan untuk menerapkan Asprova.
Di lapangan, cara kerja cenderung berpikir ke depan (forward), yaitu mengerjakan tugas yang ada di depan mata. Namun, dengan Asprova, merencanakan secara backward menjadi lebih mudah. Ketika staf lokal memperhatikan rencana backward, mereka menyadari perbedaan dengan cara kerja saat ini, yang memicu kebutuhan untuk berdiskusi antar pekerja atau dengan manajer.
Bapak Shikata menyebut diskusi ini sebagai “langkah awal menuju perbaikan mandiri,” dan memicu diskusi ini adalah tujuan utamanya.
Tiga Perspektif yang Diperoleh melalui Penerapan Asprova dan Aktivasi Komunikasi Internal
- Perspektif Backward
Bukan hanya mengerjakan tugas yang ada di depan mata, tetapi memikirkan production schedule dari belakang, memahami apa yang harus dilakukan sekarang, berdiskusi, dan memahami pola pikir ini. - Perspektif Menunjukkan Ketidaksesuaian Proses
Ketika ada ketidaksesuaian dalam pekerjaan staf di sebelah, cenderung ada kecenderungan untuk tidak menunjukkannya. Dengan Asprova, lingkungan dibangun untuk memisahkan proses dari individu, sehingga lebih mudah menunjukkan dan mempertimbangkan perbaikan proses, bukan menyalahkan individu. - Perspektif dari Luar
Dengan membuka proses produksi internal melalui Asprova, kepercayaan pelanggan meningkat, memungkinkan pabrik berkembang menjadi tempat yang dibangun bersama pelanggan.
Mengubah Pemikiran Forward menjadi Backward di Lapangan
Pelanggan memiliki dua kekhawatiran terhadap pabrik di Indonesia yang telah mencapai kualitas tertentu: “Apakah bahan baku dapat dijamin pasokannya, termasuk dari luar negeri?” dan “Apakah ada kemampuan manajemen proses untuk memenuhi tenggat waktu?”
Untuk yang terakhir, dengan memvisualisasikan proses dan kemajuan internal, kepercayaan pelanggan dapat ditingkatkan, sehingga Asprova dipilih.
Selain itu, salah satu tujuan visualisasi adalah untuk memberikan perspektif pemikiran backward kepada staf lokal yang cenderung berpikir forward.
Pemikiran forward tidak hanya berlaku dalam produksi, tetapi juga dalam berbagai cara berpikir. Misalnya, orang Jepang cenderung memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang dengan mempertimbangkan lima tahun ke depan, sedangkan orang Indonesia cenderung berpikir bahwa lima tahun ke depan adalah hasil dari apa yang dilakukan saat ini.
Bapak Shikata menduga perbedaan ini berasal dari “panen hasil.” Di Jepang, ada empat musim, dan musim dingin tiba setiap tahun, sehingga panen dilakukan pada musim gugur sebelum musim dingin, dengan persiapan yang direncanakan ke belakang (backward). Sebaliknya, di Indonesia yang tidak memiliki musim, pertanian dilakukan dalam dua atau dua setengah periode panen.
Karena tidak ada musim dingin, tidak ada keharusan untuk panen pada waktu tertentu, sehingga perencanaan ketat ke belakang tidak begitu diperlukan.
Dalam konteks ini, untuk menanamkan pemikiran backward, penting untuk merencanakan proses secara backward dengan Asprova, memberikan “perspektif” untuk melihat dari belakang, dan melakukan perubahan di lapangan.
Tantangan dalam Penerapan Asprova
Penanggung jawab utama penerapan Asprova adalah staf lokal yang paham seluruh proses, dan staf lokal ICS memberikan pelatihan pengoperasian Asprova.
Penerapan Asprova membawa beberapa tantangan. Untuk mengelola proses dengan Asprova, pekerjaan yang sebelumnya dilakukan berdasarkan pengalaman perlu diuraikan menjadi elemen-elemen. Karena pengelolaan waktu proses sebelumnya tidak cukup, waktu untuk mengumpulkan dan mengatur informasi menjadi sangat besar.
Selain itu, menjaga data tetap mutakhir setiap hari juga merupakan tugas berat, tetapi diakui sebagai hal yang diperlukan untuk menghasilkan produk berkualitas, dan setiap penanggung jawab berusaha menanggung tantangan ini.
Sebagai manajer, penting untuk menetapkan tujuan dan moral tinggi agar staf tetap termotivasi, serta memberikan dukungan.
ICS, yang juga memiliki staf lokal, dan Bapak Yamamoto dari ICS, yang mengelola staf lokal, berada dalam posisi serupa dengan PT.SASAKURA INDONESIA dan Bapak Shikata. Bagi Bapak Shikata, ICS dan Bapak Yamamoto adalah mitra terpercaya yang berbagi tantangan. “Keberadaan mereka sangat penting,” kata Bapak Shikata.
Rencana ke Depan
Penerapan Asprova memakan waktu 3 hingga 4 bulan. Dengan penerapan ini, proses dan kemajuan internal menjadi terlihat, jumlah rapat untuk mengevaluasi hasil production schedule yang dipimpin oleh staf lokal meningkat, dan perubahan dilakukan di lapangan.
“Semakin banyak perspektif berubah dan diskusi meningkat, kualitas akan semakin baik, dan pengurangan inventaris serta pemendekan waktu tunggu akan tercapai secara alami,” kata Bapak Shikata, yang berharap Asprova menjadi platform untuk komunikasi internal.

Pelanggan yang Mengadopsi Asprova